Selasa, 21 April 2009

Guangzhou-kota 5 kambing

Di kota Guangzhou, patung 5 ekor kambing itu bertengger dengan gagahnya. Patung tersebut ternyata tidak sekadar hiasan yang memperindah nuansa alami kota itu. Ia menyimpan legenda yang diyakini penduduk setempat secara turun temurun.
Penga
badian 5 ekor kambing itu, berawal dari kasus kejahatan yang dialami seorang ayah berusia 60 tahun yang hidup di pegunungan Guangzhou bersama seorang anak yang baru berusia 16 tahun. Kala itu, di suatu pagi nan sejuk dengan udara pegunungannya Si Ayah dan seorang anak kesayangannya kedatangan serombongan tamu.
Mereka menghampiri rumah besar yang dihuni seorang ayah dan seorang anak tersebut. Lazimnya rombongan tamu, mereka pun permisi dengan penuh keramahan. Si penghuni rumah pun tanpa curiga segera bergegas mempersilahkan para tamunya masuk, tak ada kecurigaan sedikit pun di hati sang penghuni rumah itu. Dialog-dialog kecil dan familiar terjadi diantara mereka.
Namun, ketika salah seorang rombongan tamu itu bertanya pada Si Ayah penghuni rumah itu dengan pertanyaan, siapa pemilik lahan sawah yang subur dan sangat luas di sekitar tempat ini. Dengan enteng dan lugunya, Si Ayah menjawab, "Semua itu milik saya tuan."
Mendengar jawaban tersebut, serombongan tamu itu mulai berulah dan mulai menampakkan jati diri mereka sebagai segerombolan penjahat. Beberapa diantara mereka langsung berbicara lantang, "Berikan hasil bumimu yang sudah kau panen kemarin" teriaknya.
"Wuah...., jangan tuan-tuan. Meskipun lahan sawah yang saya punya luas, tetapi sudah beberapa musim ini tidak panen lantaran banyaknya hama. Jadi kalaupun masih ada sisa panen, itu hanya cukup untuk persediaan makan sehari-hari saya dan anak saya tuan,"
begitu jawab si Ayah dengan kalimat terbata-bata lantaran ketakutan.
Namun apa mau dikata, dasar gerombolan penjahat, mereka langsung menyeret dan membawa kabur si Ayah yang berusia 60 tahun tersebut. Melihat seorang ayah diperlakukan kasar oleh segerombolan tamunya itu, Si Anak menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Sampai-sampai tangis anak itu terdengar oleh para Dewa. Hati para dewa itu pun luluh dengan tangis si Anak itu.
Tak lama kemudian 5 Dewa itu datang menghampiri si Anak dengan mengendarai 5 ekor kambing kesemuanya menggigit untaian padi. Para Dewa itu langsung mengelus kepala si Anak. Sembari berkata, "Sudahlah Nak, hentikan tangismu".
Bersama dengan itu, salah satu Dewa memegang tangan kanan si Anak dan membuka telapak tangannya seraya memberika untaian padi yang diambil dari mulut lima ekor kambing yang dikendarai oleh empat Dewa lainnya itu dan berkata lembut, "Inilah benih padi, tolong ya,...Nak, segera taburkan di hamparan lahan sawah ayahmu itu".
Usai berkata demikian, para Dewa itu langsung pergi menghilang--meninggalkan kambing tunggangannya. Benar, pesan Dewa itupun langsung dilakukan di Anak. Dan berselang 2 hari si Anak telah dibuatnya kagum. Benih dari Dewa tak hanya tumbuh subur, tapi malah siap panen.
Melihat panen padinya melimpah, si Anak bertekad mencari gerombolan penjahat yang membawa paksa Ayahnya tercinta untu ditebusnya. Tak lama kemudian, para penjahat itu ditemukannya. Dan ditebuslah sang Ayah sehingga bisa berkumpul bersama serumah lagi.
Desa kecil di Tiongkok Selatan dalam legenda itu, sekarang dikenal dengan nama Guangzhou dan diberi julukan sebagai kota Lima Kambing. Selain itu kota itu juga memiliki sebutan singkat Sui yang berarti kota padi.
Warga masyarakat wilayah tersebut bangga dengan sebutan Kota Lima Kambing
(五羊城-WuYangCheng). Sebab lima kambing itu merupakan peninggalan Lima Dewa usai menjadikannya sebagi tunggangan dalam misi menolong seorang anak yatim dan teraniaya. Lima kambing itu juga, saat ditinggalkan para Dewa berubah menjadi gunung. Karenanya, gunung itupun kemudian, juga diberi nama Gunung Lima Kambing. (www.bernas.co.id)

0 komentar:

Posting Komentar